ILUSTRASI
Kebiasaan mencap orang (negatif) sebelum kenal,
atau di luar negeri akrap
disebut labeling, awalnya dilakukan demi tujuan baik. Dulu, labeling dilakukan
untuk mengakui, mengenal, dan membedakan orang yang satu dengan lainnya.
Namun entah mengapa, kini kegiatan labeling (atau sering ditulis labelling)
malah berkonotasi buruk. Dalam istilah sosial, kini labeling dianggap sebagai
cara mengidentifikasi orang ( yang dianggap sebagian besar orang lain demikian
) hingga menjadi bentuk
diskriminasi. Meski kadang,
kegiatan labeling juga bisa digunakan untuk menunjukkan hal positif.
Labeling bisa disematkan kepada apapun, baik itu kebiasaan orang atau profesi
orang, yang pada akhirnya berdampak pada pandangan umum, yang menyamaratakan
orang-orang yang berada dalam "kotak" labeling itu.
Misalnya, banyak orang berpikir seseorang yang tampan, kaya raya, memiliki
popularitas, pasti dia playboy. Meski dugaan ini belum tentu benar, namun
karena ada pria dengan status demikian benar-benar playboy, maka orang lain
yang tidak melakukannya, namun memiliki strata sosial sama, buru-buru dicap
playboy juga.
Contoh dalam kehidupan nyata tentang sosok demikian, adalah John Mayer, seorang
musisi muda bersinar. Oleh publik, sejak lama ia memang dikenal sebagai
"womanizer", sang penakluk wanita, alias Casanova-nya Hollywood.
Lihat saja daftar mantan kekasihnya yang berjejer. Mulai dari Jennifer Aniston,
Taylor Swift, Jessica Simpson, Jennifer Love Hewitt, hingga Minka Kelly.
Namun alangkah tak adil, jika stigma macam itu, lantas disematkan pada semua
pemuda idola asal Hollywood. Karena ulah macam itu buktinya tak dilakoni Robert
Pattinson, aktor yang tak kalah tenar dari Mayer. Alih-alih menjadi playboy,
masyarakat justru mengenal Pattinson sebagai pemuda baik yang berhati lapang.
Pasalnya ia pernah diselingkuhi kekasihnya, Kristen Stewart, namun ia tetap
memaafkan dan akhirnya mereka rujuk kembali.
Kesetiaan Pattinson memang mengagumkan, bahkan di majalah Vanity Fair edisi
April 2012, aktor itu mengatakan, "Ada hal yang tak saya mengerti, mengapa
seseorang berselingkuh? Bagaimana Anda bisa menjalin dua hubungan dalam saat
bersamaan? Saya bukan tipe demikian. Jika memilih menjalin hubungan dengan
seseorang, itu berarti saya menjalaninya 100 %."
Bintang Berotak Encer
Budaya labeling lain, juga terjadi di dunia model. Kebanyakan orang berpikir
semua model hanya menjual kecantikan dan keindahan tubuh, hingga ada asumsi kalau bicara
masalah intelegensia mereka kurang dapat diandalkan.
Tentu saja anggap ini salah, karena sudah ada banyak bukti, bahwa seorang model
bisa meraih posisi terhormat, justru karena mengandalkan otaknya. Tyra Banks
salah satunya. Ia adalah model yang mendapat sertifikat dari Harvard
University’s Executive Education Owner/President Manager Program bulan Februari
2012.
Selain itu, ada aktris Natalie Portman yang dalam banyak kesempatan berhasil
membuktikan bahwa otaknya sangat cerdas. Portman bahkan berhasil lulus dari
Harvard College dengan nilai baik pada 2003. Ia juga masuk semifinal kompetisi
penelitian Intel Science Talent Search. Mantan aktris cilik ini pernah juga
berprofesi sebagai asisten peneliti di Fakultas Psikologi dan bekerja untuk
profesor hukum termuda dalam sejarah Harvard, Alan Dershowitz.
Ketika lulus sarjana, ia menguasai empat bahasa di luar Ibrani, yakni Prancis,
Jerman, Jepang, dan Arab. Selama mengikuti perkuliahan, ia hanya bermain di dua
film walau kariernya tengah melambung saat itu. "Saya tidak peduli jika
kuliah saya meruntuhkan karier. Saya lebih ingin menjadi orang pintar, dari
pada menjadi bintang," paparnya kepada New York Post.
Tanpa Bukti
Ganda Upaya, M.A, seorang sosiolog berkomentar banyak tentang bidata labeling,
Ia katakan orang-orang sering diberi label, karena berkat peran media sebagai
wadah yang mengorbitkan bereita, dan menyebarluaskannya.
Soal anggapan bahwa semua artis
tak pintar misalnya, Ganda jelas tak setuju akan hal itu. Ia yakin, banyak artis berjuang keras untuk
mencapai posisinya yang sekarang, dan kalau memang benar mereka tak pintar, tak
mungkin hal itu akan terjadi. Kemampuan memerankan sebuah karakter dengan baik,
membutuhkan intelegensia dari individu tersebut, dan ini jelas bukan pekerjaan
yang mudah.
"Meski dicap dengan label tertentu, jika orang itu biasa saja, maka semua
akan biasa. Tapi bisa jadi, mereka yang terkena stigma buruk ini, akan mendapat
sanksi sosial. Misalnya jadi dicemooh atau dikucilkan. Kalau memang ingin
diterima masyarakat, maka bertindaklah mengubah diri, perbaiki ke arah positif.
Di Indonesia, masyarakat memang cepat memberi label, tanpa ada bukti,"
ujar dosen di Departemen Sosiologi, FISIP UI itu.
Ia terangkan, kalau di luar negeri, sebelum memberi label masyarakat lebih dulu
melihat bukti. Dan kalaupun ada individu yang salah, yang terkena cap hanya
individu itu, bukan orang lain yang seprofesi dengannya.
ANALISIS :
No.
|
Kata
yang tidak baku
|
Kata
baku
|
1.
2.
3.
4.
5.
|
Akrap
Hingga
Kadang
Artis
Anggap
|
Akrab
Sehingga
Sehingga
Aktris
Anggapan
|
sumber :
http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/105095